Ketika kita ditanya untuk melakukan satu pelayanan, sering yang terpikir adalah apakah aku sedang punya waktu, apakah aku lagi agak kosong jadwalnya (entah jadwal uni, pekerjaan, dalam keluarga), apakah aku bisa melakukan tugas-tugas yang bakal ada, siapakah teman melayaniku nanti (apakah orangnya ok? Dalam pengertian, aku bisa kerjasama dengan baik dengan orang tersebut). Seringkali yang terpikir itu merujuk kepada diriku sendiri (jadi fokusnya di aku terlebih dahulu). Benarkah demikian? Jarang sekali yang menjadi pertanyaan awal seperti, “Apakah benar Tuhan mau memakai aku di pelayanan ini? Bagaimana menurut Tuhan? Apakah yang Dia mau aku lakukan melalui pelayanan ini?”
Demikian juga halnya mengenai pelayanan majelis yang André ambil untuk periode 2020-2022. Sejak akhir tahun lalu, dia sempat cerita kalau sepertinya Tuhan memanggil dia dan mau memakai dia dalam pelayanan kemajelisan ini. Dan karena pelayanan kemajelisan ini bisa dikatakan adalah pelayanan keluarga, jadi kami berdua harus sama-sama- menggumulkan. Tetapi jujur jawaban aku saat itu otomatis begini, “Ga lha, sepertinya bukan sekarang waktunya. Aku lagi hamil anak ketiga, kamu juga akan mulai pekerjaan baru di tahun 2020 nanti, masa sih sekarang? Yang lalu-lalu aja waktu anak masih dua kayaknya udah susah mau pelayanan, apalagi ini bakal ada baby, anaknya sekarang tiga, dan ini Majelis loh, bukan hal yang gampang.” Akhirnya kami juga ga beneran pernah ngomongin lagi sampai André terpilih sebagai badan formator dan ada yang mencalonkan dia sebagai Majelis. Tentu saja André masih terus bergumul karena dia merasa makin kuat panggilan Tuhan untuk dia, walaupun dia tahu situasinya seperti tidak memungkinkan dan dia bilang juga ke aku, kalo aku nya ok, baru dia berani maju. Aku jujur masih terus berpikir, yang bener aja sih, masa sekarang, di waktu punya anak ketiga??!! Terus aku juga bertanya-tanya dalam hati, kenapa masih ada beberapa orang yang calonin André? Emangnya mereka ga bisa liat apa situasi kami?! Ga mungkin rasanya ambil tanggung jawab yang besar begitu bersamaan dengan adanya hal-hal baru dalam kehidupan keluarga kami- seperti anak ketiga, kerjaan baru dsb. Tetapi kami terus menggumulkan bersama-sama, ga mau langsung menutup mata, telinga, dan hati untuk dengar-dengaran akan apa yang Tuhan mau.
Sampai ketika Ibadah Jumat Agung, tepat di dalam khotbahnya, Tuhan menyatakan kehendak-Nya kepadaku pribadi. Saat itu, aku sungguh tertegur ketika mengingat kembali pengorbanan Tuhan Yesus di kayu salib untuk aku, dan apakah balasku selama ini? Apakah aku juga telah rela mengorbankan diriku untuk Dia? Apakah ada kerelaan untuk melayani Dia? Jadi melayani bukan hanya kalau ada waktu lebih, bukan kalausituasi memungkinkan (secara pikiran manusia), bukan juga kalau kenyamanan-kenyamananku tidak terganggu. Tetapi, apakah aku rela berkorban dalam melayani Tuhan? Jadi ketika situasi kehidupan lagi ribet, atau akan ada banyak kenyamanan yang bakal harus dikorbankan (seperti waktu tidur yang cukup, waktu luang untuk hobby, dll. yang cukup), di saat seperti itu apakah aku masih rela melayani Tuhan ketika jelas ada panggilan Tuhan. Ketika mendengar semuanya itu, bagaimana Tuhan Yesus yang adalah Anak Allah, rela turun ke dunia, menjadi manusia, menjalankan jalan salib demi menghapus dosa-dosaku, Dia rela berkorban sedemikian rupa untuk aku; aku sungguh-sungguh dikuatkan, dan aku bilang ke André, kalau memang jelas panggilan Tuhan untuk kamu menjadi Majelis, ayo kita jalankan sama-sama, kita harus ambil pelayanan ini. Sudah terlalu banyak kebaikan Tuhan bagi kami, sudah terlalu nyaman kehidupan kita, masa kita diminta bersusah sedikit aja sama Tuhan, ga mau. Malu rasanya kalo mikir, maunya enak doang hidup ini, padahal ngakunya anak Tuhan, tapi kalaukalo susah dikit aja buat Tuhan kok kayaknya itung-itungan banget atau ga rela banget. Ga ada alasan sebenarnya entah kayak situasi kita lagi ga memungkinkan, atau lagi ribet dengan anak tiga gini, apalagi baru ada baby, atau ah entar aja lah, tunggu anak-anak2 gedean, bukan waktu kita lah sekarang, karena kalau Tuhan mau memakai seseorang, sungguh bukan lagi kehendakku, bukan waktuku, melainkan kehendak Tuhan, dan waktu Tuhan. Akhirnya kami membulatkan tekad untuk taat pada panggilan Tuhan, walaupun kami sadar betul, ga akan gampang menjalaninya, tapi kalau kami mau taat dan Tuhan juga mau pakai kami berdua, Dia akan memampukan kami, bagaimanapun caranya. Dia Tuhan Allah yang Hebat, yang Kuat, yang Besar. Asal kita percaya dan mau berjalan setia bersama dengan Dia, kita pun akan mengalami hal-hal yang luar biasa bersama Dia. Disitulah kami mau belajar rela untuk berkorban buat Tuhan kalau kami sungguh mengasihi Tuhan, jadi apapun yang ada di depan, kami mau setia dan taat. Tuhan pasti menolong kami kalo Dia mau kami melayani-Nya, asalkan kita bersandar hanya pada belas kasihan Dia saja. Kami juga bersyukur mempunyai keluarga dan teman-teman- seiman yang terus mendoakan kami, karena doa-doa yang dipanjatkan buat kami merupakan salah satu hal yang dapat memberikan kekuatan kepada kami sekeluarga. Oleh karena itu, kami terus memohon dukungan doa dari saudara-saudari sekalian.
Kesaksian Sdri. Melinda Wibawa
Kesaksian Sdri. Melinda juga dapat ditonton di Podcast WIFI FeG Immanuel Berlin: episode 6 atau melalui Spotify: https://open.spotify.com/show/2Abfw8d7mQoOcoDEIaru8P
Klik disini untuk kembali ke halaman Warta Jemaat 2020: Part III